Abu Manshur ats-Tsa’alaby; penjahit kulit rubah, pelopor ilmu Fiqhu al-Lughah.


“Ia bak mata yang memancarkan sinar bagi kota naisabur. Ia adalah bagian terpenting dari perjalanan abad dan waktu. penglihatan manusia takkan pernah menemukan yang seperti dia dan takkan pernah mengingkari keutamaannya, bagaimana mungkin orang-orang akan mengingkarinya sedang dia ibarat awan indah yang menurunkan hujan yang Terpuji disetiap hari. bagaimana mungkin keutamaannya akan terhijabi sedang ia ibarat matahari yang menrangi setiap tempat.”
Ini adalah ungkapan pujian yang pernah disampaikan oleh al-Bakharzy –seorang ulama’ Naisabur yang masyhur pada zamannya- untuk menggambarkan figur seorang alim yang menguasai berbagai disiplin ilmu serta piawai dalam menggubah sya’ir dan sajak. ia adalah pemuka sastrawan arab klasik yang samudera keilmuannya tak tertandingi oleh reproduksi zaman yang begitu banyak melahirkan kaum cendikiawan. ia adalah Abu Manshur ats-Tsa’alaby  sahibu fiqhi al-lughah wa sirr al-arabiyah
Nama lengkapnya 
Nama lengkapnya adalah Abdul Malik bin Muhammad bin Isma’il Abu Manshur ats-Tsa’alaby an-Naisabury. Dari nama akhirnya dapat kita ketahui bahwa ia berasal dari kota Naisabur. Para pakar sejarawan sepakat akan tahun kelahirannya bahwa ia lahir pada pada tahun 350 H di kota Naisabur . akan tetapi mereka masih memperselisihkan tahun wafatnya sebagian berpendapat bahwa ia wafat pada tahun 429 H dan sebagian yang lain mengatakan bahwa ia wafat di tahun 430 H. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Abu Manshur ats-Tsa’alibi memiliki umur yang relatif panjang yaitu berkisar 79 atau 80-an.
Riwayat hidupnya
Meski Abu Manshur ats-Tsa’alaby merupakan salah satu ulama’ terkemuka dan pakar bahasa yang cukup terkenal, tak banyak referensi yang yang menguraikan panjang lebar tentang riwayat hidupnya yang dapat kami temukan kecuali apa yang kami dapat dari isi mukaddimah  kitab Fiqhu al-Lughah Wa Sirru al-Arabiyah. Itupun tak memberi keterangan kepada kami seputar kisah pergelutan ilmiahya dari proses belajarnya semenjak kecil hingga dewasa.
Ats-Tsa’alaby hidup di kota Naisabur semasa dengan al-Bakharzy. Ia terkenal sebagai orang yang kuat daya hafalnya, Luas pengetahuannya, serta pakar dalam bidangnya. Apa yang ia ucapkan menjadi fatwa dan argumentasi yang dipegang teguh oleh masyarakat naisabur.
Mengapa ia memiliki sebutan ats-Tsa’alaby?
Orang-orang arab dan sekitarnya terbiasa menisbatkan diri pada nama daerahnya atau nama nenek moyangnya sehingga itu menjadi sebutan baginya, tak terkecuali para cendikiawan Muslim semisal Imam an-Nawawi yang berasal dari suatu Daerah bernama Nawa dan Imam al-Bukhari yang berasal dari Bukhara. begitu pula, Imam as-Syafi’i yang menisbatkan dirinya pada nama kakeknya. Namun ada sebagian diantara para cendikiawan yang memiliki sebutan umum karena penisbatan terhadap apa yang berkenaan dengan dirinya secara langsung  seperti profesi dirinya ataupun profesi orang tuanya semisal Imam al-Mawardi. Dimana sebutan Mawardi merupakan naht  (penggabungan) dari dua kata yaitu ma’u (air) dan wardu (mawar). Ia memiliki sebutan ini karena profesi orang tuanya sebagai penjual air perasan bunga mawar. begitu pula dengan Imam Abu Manshur ats-Tsa’alaby. Sebagian riwayat menuturkan bahwasanya Abu Manshur ats-Tsa’alaby adalah penjahit kulit rubah dan menjualnya setiap hari sehingga kata ats-Tsa’alaby yang diambil dari kata tsa’lab (rubah) menjadi satu sebutan baginya.  
Akan tetapi pernyataan di atas disangsikan oleh riwayat lainnya, Mengingat kapasitas dan kredibilitas ats-Tsa’alaby dimata para cendikiawan sebagai seorang sastrawan terkemuka dan guru besar pada masanya serta kesibukannya di dunia pendidikan dan pengajaran, tidaklah layak bila dikatakan bahwa pekerjaan menjahit dan menjual kulit rubah merupakan mata pencaharian bagi ats-Tsa’alaby. kemungkinan sebutan tersebut bermakna metaforis yang menunjukkan betapa sederhananya pola hidup yang ditempuh oleh seorang ilmuwan  sekaliber ats-Tsa’alibi serta mengisyaratkan kerendahan hatinya.
Pelopor kajian kebahasaan secara mendalam dengan istilah Fiqh al-Lughahseperti
Seperti halnya ilmu-ilmu lainnya, perkembangan bahasa bagaikan perkembangan organisme, awal mulanya muncul bersamaan dengan adanya manusia, kemudian seiiring dengan eksplorasi akal terhadap alam semesta dan berkembang biaknya umat manusia, bahasapun turut berkembang, beberapa kosa-kata menjadi ratusan hingga ribuan, dari ranah tuturan ke ranah tulisan, dari yang bebas kode etik hingga terikat dengan berbagai macam kaedah kebahasaan, dari satu unsur kaedah menjadi berbagai macam unsur yang saling berkaitan untuk membuat bahasa terus berkembang. Dalam tataran aplikasinya, pengucapan slalu memiliki otoritas penuh. Karena menurut pepatah arab: اللغة المنطوقة لا المكتوبة (asal bahasa itu yang terucap bukan yang tertulis). sedangkan penulisan hanyalah media simbolisasi bagi bahasa itu sendiri. Pengucapan bahasa memiliki keberagaman sehingga muncullah konsep-konsep tentang gramatika, morfeologi, stilistika dan lain-lain yang kesemuanya menjadi unsur-unsur bahasa yang saling berkaitan dan terus berkembang. Sehingga menambah kekayaan bagi khazanah bahasa itu sendiri dan menjadi faktor terjaganya eksistensi bahasa.
Bahasa Arab adalah bahasa yang paling kaya akan unsur-unsur kebahasaan dari perbendaharaan kata, metode pegungkapan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan gramatika, morfeologi, stilistika, fonetik, semantik  hingga sejarah pertumbuhan dan perkembangan bahasa. masalah perbendaharaan kata misalnya, dibahas oleh disiplin ilmu Ma’ajim. Metode pengungkapan gagasan dengan bahasa lisan menjadi pembahasan ilmu Bayan dan ilmu Ma’ani. Untuk menganalisa hubungan antar setiap satuan gramatika (kata, frase dan kalimat) dan membuat struktur kalimat yang benar, kita akan merujuk pada ilmu Nahwu. untuk menganalisa unsur-unsur internal setiap kata yang memiliki arti secara utuh, kita harus mempelajari  ilmu Sharf.  Sedang bila kita ingin mendalami stilistika maka ilmu Badi’lah  kuncinya. Namun, bila seorang pelajar ingin mengetahui lebih dalam seputar pertumbuhan dan perkembangan konsep gramatika dan stilistika bahasa Arab atau hal-hal yang berkaitan dengan sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, keadaan penuturnya, karakteristiknya, symbol-symbol penulisannya, kaitan antar  bahasa arab dengan bahasa lain yang serumpun semisal bahasa Aramia dan Pheonix hingga hal-hal kecil yang kurang mendapat perhatian dari ilmu-ilmu linguistik klasik yang telah mapan semisal masalah sinonim (mutaradif) dan homonim (musytarak)persambungan antara bunyi lafadz dan benda, echo word, onmatopic hingga logika berbahasa, jelas hal itu tidak dibahas oleh ilmu nahwu maupun balaghah, lantas kemana kita akan mencari rujukan ? maka hanya ilmu Fiqhu al-Lughah yang menjadikan semua itu  sebagai objek-objek kajian.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa objek kajian ilmu Fiqh al-Lughah lebih komplit dari objek kajian ilmu-ilmu bahasa lainnya. Bahkan pembahasan panjang lebar di atas hanya merupakan cuplikan / sekedar gambaran umum tentang apa yang dibahas oleh ilmu Fiqh al-Lughah. Lantas, kapan ilmu Fiqh-al-Lughah lahir, apa maksud dari penggunaan istilah Fiqh al-Lughah, dan siapakah pelopornya ?
Sebenarnya kajian-kajiannya  sudah muncul pada masa awal Hijriyah akan tetapi istilah Fiqh al-Lughah baru muncul sekitar abad kelima Hijriyah.tepatnya setelah Abu Manshur ats-Tsa’alaby mengarang satu kitab yang membahas kajian kebahasaan dengan judul “Fiqh al-Lughah Wa Sirru al-Arabiyah”. maka istilah Fiqh al-Lughah mulai masyhur sebagai nama suatu disiplin ilmu. Ats-Tsa’alaby menulis kitab tersebut demi merealisasikan permintaan gubernur Abu Fadhal Ubaidillah bin Ahmad al-Mikaly yang memintanya untuk mengumpulkan pandangan-pandangan Ulama’ dan para pakar bahasa seputar sastra, kelembutan bahasa dan karakteristiknya. Dan setelah ia merampungkan pekerjaannya. Abu Fadhal menawarkan satu nama bagi judul kitab tersebut yaitu “Fiqh al-Lughah”. Ats-Tsa’alaby menyetujuinya dan menambahkan nama “wa sirru al-Arabiyah”. Sebenarnya maksud dari istilah Fiqh al-Lughah belum begitu jelas  bagi kalangan pakar bahasa pada masa itu. Namun pada perkembangannya, mereka mulai mencerna maksud dari istilah tersebut. Bahwasanya penggunaan istilah tersebut berangkat dari pengertian Fiqh secara bahasa yaitu memahami secara mendalam. Oleh sebab itu, bolah jadi apa yang dikehendaki oleh peletak dasar ilmu Fiqh al-Lughah adalah pemahaman tentang bahasa secara luas dan mendalam. Sehingga dengan pengertian ini, ada keserasian antara Fiqh al-Lughah sebagai istilah satu disiplin ilmu dengan masalah-masalah yang menjadi kajiannya. Dan dari penjelasan di atas juga dapat disimpulkan bahwa ats-Tsa’alaby merupakan salah satu pelopor kajian ilmu Fiqh al-Lughah meski ia bukan orang pertama yang membahas masalah-masalah kebahasaan secara luas.   
Beberapa pendapat ulama’ tentang Abu manshur ats-Tsa’alaby
Berikut akan kami kutip berbagai macam pendapat yang menggambarkan figur ats-Tsa’alaby dari ketinggian wibawanya, keutamaannya dan keluasan ilmunya.
Ibnu Shadafy berkata : “Abu Manshur dijuluki sebagai “Jahidz az-Zaman” yaitu orang yang tajam penglihatannya pada zamannya. Karangannya dibidang sastra begitu banyak dan tak terhingga”.   
Ungkapan “Jahidz az-Zaman” Ini merupakan suatu kiasan bagi seseorang yang memiliki ketajaman akal dan keluasan ilmu. Karena akal dan ilmu ibarat mata yang dapat menyingkap kegelapan dunia.
Al-Anbary pernah memuji ats-Tsa’alaby dalam perkataannya :“ abu Manshur Abdul Malik bin Muhammad bin Isma’il ats-Tsa’alaby  adalah sosok sastrawan yang utama. Ia adalah sosok yang fasih pembicaraannya dan mahir dibidang balaghah”.
Abu Ya’qub pengarang kitab al-Balaghah wa al-Lughah disaat meresensi kitab Sihru al-Balaghah karya ats-Tsa’alaby memujinya dengan lantunan sya’ir berikut :
سحرت الناس فى تا ْلىف سحرك #  فجاء قلادة فى جيد دهرك
وكم لك من معا ن #  شواهدها عند ما تعلو بقدرك
وقيت نوائبها جميعا  #  فأنت اليوم حافظ أهل عصرك
Tarjamah bebasnya:
kau telah menyihir” manusia dengan silau “sinar”mu
Ia datang menjelma kalung  permata dileher “masa”mu
Berapa banyak tersimpan makna-makna pada dir
Menjadi bukti nyata saat kau meninggi dengan pangkatmu
Kau jaga  semua serpihan makna tanpa tersisa
hingga saat ini, kaulah yang terkuat daya hafalnya diantara ahli masamu
Sya’ir-sya’ir cinta gubahan ats-Tsa’alaby
سقطت لحىن فى الفراس لزمته  #  أضم إلى قلبى جناح محيىض
وما مرض بى غير حبى وأنما  #  أدلس منكم عاشقا مريض  
Tarjamah bebasnya:
kujatuhkan diri ke ranjang yang biasa kutempati
agar dapat kukumpulkan sayap-sayap patah dihatiku
tiada sakit yang kuderita kecuali cinta
namun darimu kusamarkan rintihan rinduku   
Karya-karya ats-Tsa’alibi      
ats-Tsa’alaby meninggalkan beberapa karya-karya ilmiah yang kebanyakan membahas masalah estetika dan seni. diperkirakan karangan ats-Tsa’alibi yang terdokumentasikan hingga kini berjumlah 80 kitab. Diantaranya:
-          Fiqh al-Lughah wa sirru al-Arabiyah
-          Ajnasu aj-Tajnis
-          I’jazul Ijaz
-          Kitabul A’dad
-          Kitabul Iqtibas
-          Bahjatu al-Musytaq
-          At-Tuffahah
-          Jawahiru al-Hikam fi Tafsiri al-Qur’an
-          Akhbar Ghararu Muluki Faris (ceritta-cerita makar para raja persia)
-          Unsu asy-Syu’ara
-          Sihru al-Balaghah
Dan diantara sekian banyak kitab yang tersusun lewat kreasi tangannya yang gemilang. Kitab yang dianggap paling berpengaruh didunia kebahasaan adalah kitab Fiqhu al-Lughah Wa Sirru al-Arabiyah.